[Vignette] #3 Vindicta

loveletter 3

Vindicta

A song-project fiction(s)

by ayshry

[SVT’s] Lee Seokmin, Kim Mingyu

AU!, Dark, Creepy/Vignette/PG-17 (Untuk kekerasan dan kata-kata tak pantas)

previous part: #1 S.O.S#2 Aku Ini Apa?

based on the prompt:

“You took my heart.”

DK, Pretty U

Pukul dua dini hari, ketika seluruh penghuni rumah sakit (termasuk pasien serta tenaga medis yang bertugas) telah jatuh terlelap; menyisakan beberapa perawat yang berjaga di posnya, pun seorang residen yang kini tengah berjalan menelusuri lorong rumah sakit yang panjang.

Setelah memastikan tak ada seorang pun yang melihat pergerakannya tersebut, si dokter muda dengan name tag Lee Seokmin menghentikan langkahnya di hadapan sebuah pintu bercat putih bersih. Di pintu bagian atas terdapat identitas pasien yang mendiami ruangan tersebut. Kim Mingyu adalah nama tertera di sana. Pemuda berusia dua puluh dua tahun itu baru beberapa hari tinggal di bangsal teratai; tempat di mana seluruh penghuninya akan berurusan langsung dengan psikiater kejiwaan. Ya, pemuda tersebut katanya mengidap sakit jiwa setelah sang kakak ditemukan tak bernyawa di rumahnya.

Sebenarnya, mengunjungi pasien pada jam segini adalah hal terlarang (kecuali ada keadaan darurat yang terjadi) namun Seokmin sepertinya mengabaikan peraturan itu kali ini. Mengecek sekali lagi sekitarnya dan memastikan tak satu pun mata tertuju padanya, sang pemuda kemudian mengangkat tangannya; memutar kenop pintu lantas mendorongnya amat pelan. Mengintip ke dalam sana sebelum pintu benar-benar terbuka, ia melihat Mingyu telah tertidur pulas. Berjingkat agar tak membuat keributan, pada akhirnya Seokmin benar-benar masuk ke dalam sana.

“Kau sudah tidur, Mingyu-ya?” Seokmin membuka suara; memastikan si pemuda benar-benar terlelap di atas ranjangnya.

Tak menerima jawaban, sudut bibir Seokmin pun tertarik membentuk seringannya; lekas ia semakin mendekat.

Memiringkan kepalanya ke kiri lantas memerhatikan wajah si pemuda dengan seksama, Seokmin tiba-tiba melontarkan tawa. Singkat namun terdengar mengerikan. Menyadari bahwa dirinya terlalu bersemangat, ia pun mengendikkan bahu seraya mengigiti bibir; seakan mencoba untuk memberi sugesti kepada dirinya sendiri agar tak merayakan kemenangan bahkan sebelum peperangan.

“Bagaimana kesanmu terhadap tempat ini? Sangat cocok untukmu, ‘kan, Kim Mingyu?”

Memulai kembali monolognya, sang pemuda kini memilih untuk duduk di atas ranjang milik Mingyu.

“Bukannya sudah kubilang untuk menjadi anak yang baik, Mingyu-ya? Tapi, ternyata kau lebih suka menjadi seorang pembangkan dan … pendendam ya? Tsk.”

Tangan kanannya ia masukkan ke dalam kantung jas dokternya. Merogoh sesuatu di dalam sana lantas mengeluarkan benda berbentuk tabung kecil dengan ujung yang tajam, pun berisikan cairan yang entah apa itu. Well, benda itu adalah sebuah jarum suntik.

“Aku juga sudah menawarkan bantuan kepadamu untuk lepas dari penjara yang disamarkan sebagai tempat penyembuhan ini tetapi kau malah menolak dan, lihatlah, aku benar-benar membuatmu berakhir di sini.  Haha, kautahu? Kau itu terlalu pemilih, persis seperti kakakmu. Jadi, apa salah jika aku akan memerlakukanmu sebagaimana aku memerlakukan kakakmu? Tentu saja ketika gadis manis dan penurut itu masih hidup.”

Seokmin kembali berdiri. Tersenyum untuk kesekian kalinya, meski tak satu pun yang menyadari bahwa di balik senyum manis itu ada sosok kelam yang amat kejam.

“Mau kubantu untuk pergi, Kim Mingyu? Oh, maksudku bukan pergi dari sini menuju rumahmu, tapi … pergi menemui kakakmu, bagaimana? Tertarik?”

Seokmin kini memegangi lengan kanan Mingyu erat-erat. Melepas penutup jarum pada suntikan yang dibawanya lantas mendekatkan benda tersebut ke kulit telanjang sang pemuda. Perlahan, ia mulai memasukkan ujung jarum ke dalam kulit ketika—

“Apa yang kau lakukan, Lee Seokmin?”

—kedua kelopak mata Mingyu terbuka lebar lantas sang pemuda cepat-cepat menarik lengannya sehingga terselamatkan dari suntikan.

Mingyu melompat dari ranjangnya. Pemuda itu kini memandangi Seokmin dengan garang lantas mulai menyerang; mendorong sang dokter sekuat tenaga hingga membentur lemari di belakangnya.

“Keparat!” Seokmin mengumpat.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, segera ia layangkan tendangan untuk membuat sang dokter tersudut.

“Kau bilang ingin mempertemukan aku dengan kakakku, ha? Tidak, Lee Seokmin! Aku takkan pergi ke mana-mana sebelum berhasil membalaskan dendam kakakku kepadamu!”

Sekali lagi, Mingyu menendang tubuh Seokmin yang tak mampu lagi memberikan perlawanan. Melihat lawan kapayahan, lekas ia rampas suntikan di tangan kanannya. Menusukkan benda tersebut ke pundak sang pemuda, dengan ganas Mingyu tekan ujung penyuntik itu sehingga cairan di dalamnya perlahan mulai memasuki tubuh seorang Lee Seokmin.

YAK!” Seokmin menjerit kuat, meronta-ronta agar terlepas dari serangan namun yang di dapat ialah kesempatan semu untuk tetap bernapas. Karena, cairan yang terdapat di dalam suntikan yang baru saja memasuki aliran darah di tubuhnya itu adalah sesuatu yang bisa menghentikan kerja jantung dalam hitungan detik saja.

“DASAR KAU KEPARAT GILA!” Berteriak di sela-sela erangan kesakitan, Seokmin menatap Mingyu dengan tajam.

“KAU YANG KEPARAT, LEE SEOKMIN!” Mingyu berteriak. Memegangi kerah baju Seokmin lantas ia layangkan bogem mentah ke wajah tampan sang pemuda. “Kau pantas mendapatkan ini semua, berengsek! Kau pembunuh!”

“Kau juga pembunuh, Kim Mingyu!” Seokmin tertawa sarkastis, mengabaikan rasa sakit yang mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, ia kini hanya terfokus pada Kim Mingyu; adik dari seseorang yang pernah ia cintai namun pada akhirnya ia pula yang membuat cintanya itu pergi untuk selama-lamanya.

“Masih bisa berbicara, eoh? Kau hanya tinggal menunggu mati saja, Lee Seokmin, jadi tak perlu berpura-pura menjadi sosok yang kuat. Kau itu keparat! Kau pantas mati setelah semua yang kau lakukan!”

Seokmin terdiam. Entah karena efek sakit yang mulai mematikan seluruh indera di tubuhnya atau ia mulai merasakan penyesalan, entahlah, tak ada yang bisa memastikan kecuali dirinya sendiri.

Mingyu berjongkok. Menjambak rambut si dokter; membuat kepalanya terngadah dengan terpaksa.

“Dengarkan aku, Lee Seokmin. Kau … kau telah membuat orang yang amat kusayangi pergi dengan sangat mengenaskan. Kau menghianati kakakku, berengsek! Kau … kukira kau bukan manusia, ‘kan? Membunuh lalu meninggalkan mayatnya begitu saja dan—astaga, bagaimana bisa kau terlepas dari tuduhan padahal kau benar-benar pelakunya?!”

Menggeram lantas menghantamkan kepala milik Seokmin ke dinding, Mingyu tertawa lantang.

“Dulu kau memang berhasil membuat kakakku jatuh pada perangkap manismu dan kau juga berhasil melenyapkannya dari dunia ini setelah semua yang kau lakukan kepadanya. Jadi sekarang … biarkan aku membalas semuanya. Dendam juga kesedihan yang mendalam. Aku akan mengambil hatimu, Seokmin-ssi, sama seperti kau yang mengambil hati kakakku lantas meninggalkannya. Tapi—ah, tidak-tidak, jangan kira aku hanya bercanda. Aku bukan tipe orang yang suka bercanda, omong-omong. Bersiap-siaplah, karena setelah jantungmu berhenti berdetak, maka saat itulah aku akan mulai mengoyak tubuhmu, meremukkan seluruh tulang rusukmu lantas mengeluarkan hatimu dari dalam sana. Dan, yeah, meskipun terdengar menjijikkan, kurasa aku mampu melakukan semuanya demi kakakku.”

Sejatinya, jantung milik Seokmin sudah berhenti berdetak sejak beberapa menit yang lalu namun kiranya Mingyu masih menikmati masa-masa di mana ia bisa menyuarakan seluruh isi hatinya di hadapan pemuda itu tanpa gangguan, pun rasa takut yang selalu menghantuinya.

Menunggu saat-saat seperti ini dengan amat sabar, pada akhirnya Mingyu berhasil menuntaskan dendam.

Karena tak mendapatkan respon dari si pemuda, Mingyu mengerutkan kening. Ia dekatkan telinganya ke dada Seokmin dan mendapati tak ada suara detak jantung yang menelusup indera pendengarannya. Menarik sudut bibir lantas tertawa kuat, ia seret seonggok daging besar tak bernyawa itu; membawanya ke kamar mandi dan menggeletakkanya di atas lantai yang dingin.

Mengambil pisau yang sudah lama ia sembunyikan di lemari, sang pemuda kembali pada mayat Lee Seokmin. Memulai segala sesuatu yang telah ia jabarkan tadi, lekas ditusuknya dada sang pemuda kemudian menarik pisaunya sembarangan dengan susah payah.

Mengabaikan darah segar yang menyembur keluar, pun bau anyir yang lekas menguar, Mingyu hanya berfokus pada pekerjaannya saat ini. Setelah merasa cukup puas dengan sayatan-sayatan yang ia buat, pemuda itu lekas memukuli rusuk Seokmin dengan tongkat—yang juga sudah ia sembunyikan sejak lama—hingga remuk tak terkira. Mingyu meringis ngeri setiap mendengar suara tulang yang patah, namun ia tak bisa berhenti sebelum rencananya terealisasikan.

Mingyu lagi-lagi meringis, ia bahkan sempat merasakan mual sampai akan memuntahkan kembali isi perutnya namun sang pemuda bersikap seolah-olah semuanya akan baik-baik saja. Selama tak ada yang memergokinya, tentu saja.

Memasukkan tangan telanjangnya demi meraih hati milik Lee Seokmin, pemuda tunjang itu benar-benar telah melenyapkan rasa jijiknya.

Srak.

Sekali tarikan, ia berhasil membuat hati Seokmin terlepas dari tempatnya.

“Hmm … terlihat menjijikkan dan—tunggu, akan kuapakan hati ini?” Mingyu bermonolog.

Berdiri lantas merajut langkah, sang pemuda terhenti di hadapan lemari. Sembari berpikir, ia buka satu per satu laci yang ada lantas meletakkan hati tersebut ke dalam laci yang paling bawah.

“Tunggu di sini dulu, ya? Aku akan memberikanmu sebagai hadiah untuk seorang dokter yang amat kusukai. Dia sangat baik, omng-omong. Sangat berbeda dengan pemilikmu itu. Kuharap kau bisa berguna untuknya.”

Menutup kembali laci-laci yang telah ia buka, Mingyu kembali menuju kamar mandi. Niat pemuda itu kali ini adalah mengurus mayat Lee Seokmin yang sudah tak berbentuk itu agar tak satu orang pun yang mengetahui kejahatan yang baru saja ia perbuat. Setelah membersihkan diri, pun mayat dari darah yang berserakan, Mingyu kembali menyeret tubuh Seokmin menuju lemari. Mengangkatnya dengan susah payah demi memosisikannya pada bagian atas—bagian yang tak terlalu terlihat—dan Mingyu berhasil melipat tubuh itu hingga muat di dalam sana.

Menepuk-nepuk pakaian yang kini bernoda merah pekat itu, Kim Mingyu lekas melepaskannya. Membuang ke dalam tumpukan pakaian kotor miliknya, ia meraih lembaran kaos lainnya dari dalam lemari dan segera mengenakannya.

Berjalan gontai menuju ranjangnya, rasa kantuk mulai menyerang. Berbaring demi melepas penat setelah apa yang ia lakukan barusan, Mingyu mencoba memejamkan mata. Sebuah senyuman kembali menghiasi wajah tampannya. Dan malam ini ia akhiri dengan:

Well, dendam sudah terbalaskan. Besok, aku akan memulai rencana selanjutnya; misi pelarian dari tempat menyesakkan ini.”

-Fin.

  1. Selesai juga. Hamdalah.
  2. Gaes, tolong jangan bunuh dd setelah kalian membaca fic nista ini HAHA bodo ah tadi dapat kabar mingyu cedera terus malah bikin fic begini kan jadinya… ah sudahlah, bodo amat /plak
  3. Projek ketiga rampung pada tanggal 3 bulan Agustus tahun 2016, pukul 23:00 WIB waks dan btw buat yang besok ada hubungannya dengan fic ini loh kyaaa jadi bacain semuanya—uhuk.
  4. Udah malem kak, disarankan bacanya besok aja, sekarang mendingan bobok saja hayuk /plak/
  5. Wis, jangan lupa tinggalin jejak pokoknya yang udah mampir, bhay ❤

-mbaay.

5 respons untuk ‘[Vignette] #3 Vindicta

Tinggalkan komentar